Pernahkan Anda berpikir mengapa Anda belum mendapatkan cita- cita yang Anda impikan..? Mengapa Anda belum mendapatkan hal- hal terbaik di Dunia ini yang seharusnya Anda miliki..? Dan mengapa hanya segelintir orang yang beruntung, sementara kebanyakan dari kita kurang beruntung.? Lantas, apa sebenarnya yang menghalang- halangi kita untuk mencapai hal- hal yang kita inginkan.?
Sikap yang Anda miliki akan sangat menentukan jalan hidup mana yang akan Anda pilih. Hidup Anda akan menjadi aktif atau pasif, senang atau sedih, kreatif atau menjemukan, dsb. Sebagaimana halnya Anda harus mimilih jalan pada suatu perempatan. Maka Anda harus memilih sikap yang benar untuk sampai ke tujuan yang tepat.
Mengertilah bahwa kesulitan merupakan suatu cara untuk meng-up grade diri kita agar menjadi manusia- manusia yang tangguh. Dan kegagalan adalah kesuksesan tertunda, yang merupakan batu loncatan agar kita memiliki kekuatan yang lebih besar untuk mencapai tingkat kesuksesan yang jauh lebih tinggi.
Pada saat kita sedang meniti tangga kesuksesan, ada banyak hal yang kelihatannya begitu baik, kegagalan, kekecewaan, bahkan mungkin cemoohan dari orang lain. Namun ketika kita melihatnya kembali, maka yang terlihat adalah suatu kesempurnaan. Karena semua kesulitan tersebut adalah bagian dari harga yang harus kita bayar untuk mendapatkan suatu keberhasilan yang kita inginkan.
Sadarkan Anda, bahwa sebenarnya musuh terbesar yang sering menjadi peghalang kita untuk terus maju adalah diri kita sendiri. Coba Anda ingat, sudah berapa kali diri Anda mengatakan hal- hal ini terhadap diri kita : “Ah, tidak mungkin”…” Aku kan pemalu”, “mana mungkin bisa seperti itu”…” Tidak, aku capek. Mending buat tidur di rumah, dll”. Itulah rangkaian kata- kata yang menjadikan diri kita menjadi mati dan tidak bisa berkembang.
Pikiran- pikiran negative tersebut membatasi kita untuk bisa menjadi seseorang yang kita cita- citakan. Niat dan semangat kita selalu membara, namun disaat keterbatasan dan rentetan cobaan yang menghantam, kita langsung menyerah begitu saja. Padahal jika kita berpikir lebih dalam, semua masalah dan cobaan tersebut merupakan pernak- pernik kehidupan yang indah berkilauan, karena semua cobaan tersebut merupakan bukti bahwa Allah menyayangi hambanya. “Apabila Allah menyenangi hamba maka dia diuji, agar Allah mendengar permohonannya (kerendahan dirinya)”. (HR. Al-Baihaqi)
Sambutlah dan hantam kembali cobaan yang menerpa, karena cobaan tersebut sebagai pearantara kita agar bisa menggapai hidayah dan Surganya. “Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan, dan menzalimi lalu beristighfar, maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang- orang yang memperoleh hidayah”. (HR. Al-Baihaqi).
“Barang siapa ditimpa musibah dalam hartanya atau pada dirinya lalu dirahasiakannya dan tidak dikeluhkannya kepada siapapun, maka menjadi hak atas Allah untuk mengampuninya”. (HR. Ath-Thabrani). “Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal- amal kebaikannya, maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu”. (HR. Ath-Thabrani).
Banyak orang yang bilang, “Hidup ini sementara”. Namun saya kurang setuju. Mengapa..? Karena kita ini akan hidup selamanya, walaupun dalam tingkatan kehidupan yang berbeda, baik kehidupan di dunia, di alam kubur, di padang mahsyar, dst.. Walaupun raga kita mati dan rusak, namun jiwa dan roh kita tetap hidup. Karena kita tetap bisa menangis, merasakan sakit, pedih, senang, dll.
“Perbandingan dunia dengan akhirat adalah seperti seseorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut, lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang diperolehnya”. Dunia ini adalah tempat berpetualang untuk mencari ladang amal yang luas, maka pergunakanlah sisa dari hari demi hari yang masih kita miliki untuk senantiasa melakukan apa yang terbaik dan apa yang bermanfaat bagi orang lain. Amiin…
Subhanalloh Wabihamdih
BalasHapusAstaghfirullohal'adziem....
Laa Khaula Wa laa Kuwwata Illa Billah ............
Smoga Alloh memberikan kekuatan untuk mengalahkan musuh terbesarku... Amiin.